Minggu, 13 Desember 2015

pengembangan peserta didik (8)

Menganalisis Gambar Anak


Pada pertemuan mata kuliah Pengembangan Peserta Didik oleh Drs Jajang Suryana, M.Sn, dilakukannya presentasi mengenai gambar anak-anak dengan memahami dan menganalisis karya anak secara langsung. Presentasi selanjutnya di presentasikan oleh beberapa Mahasiswa Pendidikan Seni Rupa semester 7 banyak gambar-gambar unik yang dipresentasikan oleh beberapa mahasiswa, adapun gambar-gambar yang dipresentasikan adalah sebagai berikut :


Karya : 
Ni Putu Yuni Kusuma Yanti ( 10 Tahun)

     Gambar diatas adalah salah satu karya yang digambar oleh keponakan saya sendiri, dia bernama Ni Putu Yuni Kusuma Yanti. Secara sekilas kalau dilihat gambar diatas biasa saja, namun yang membuat gambar tersebut unik adalah, gambar tersebut dibuat oleh seorang perempuan yang masih berusia 10 tahun. Di rumah dia mencontoh salah satu gambar yang saya buat dan yang membuat saya terkesan dia sudah mampu mencontoh gambar yang saya buat secara lengkap. Di usianya yang baru sepuluh tahun dia sudah mampu menunjukkan bakat yang ia punya.

Karya :
Helmi ( 5 Tahun )

Dari usia 5 tahun yang memasuki masa prabagan terlihat bahwa gambar yang dihasilkan oleh Helmi terdapat goresan melingkar, vertical, horizontal dibuat mengelompok untuk membuat suatu bidang. Dia memadukan beberapa goresan tersebut untuk membentuk sebuah objek. Objek orang yang dibuatnya merupakan dirinya sendiri yang sedang melempar pisau, sehingga objek pisau lebih besar dibanding dirinya sendiri. Gambar orang yang dihasilkan membuat kepala dengan bentuk lingkaran. Bentuk vertical dan horizontal untuk membuat tangan dan kaki, dia menggunakan dua garis untuk membuat kaki,  Begitupun objek lainnya yang terbuat dari bentuk geometris. Aspek warna tidak ada hubungannya dengan warna yang sebenarnya. Gambar ini dipresentasikan oleh Nurul Rahman.

Karya :
Ayu Candra ( 10 Tahun )

Gambar karya Ayu Candra ini juga menceritakan bahwa objek manusia(wanita) ialah dirinya yang sedang menunggu pacarnya.
Anak kecil jaman sekarang sudah mulai mengenal pacaran yang seharusnya belum ia kenali sama sekali. Usia sepuluh tahun merupakan usia bermain, tidak seharusnya diusianya yang masih belia sudah teracuni oleh hal-hal yang tidak-tidak. Menurut saya ini terjadi karna tontonan ditelevisi dan media masa lainnya yang kurang memperhatiakan dampak psikologis bagi penonton yang juga termasuk anak-anak. Anak adalah pribadi yang sangat mudah dipengaruhi apapun yang ia temukan dan ia senangi pasti langsung di ikutian ditiru, celakanya jika sesuatu yang mereka tiru bersifat negatif.
Kenyataannya saat ini banyak anak-anak yang mulai teracuni hal-hal negatif ini. Bagi saya ini sangat buruk bagi tumbuh kembang si anak itu sendiri. Seharusnya anak-anak masih berada di dunia bermain bersama teman namun sekarang malah banyak yang sudah mengenal cinta. Entah akan seperti apa generasi bangsa ini nantinya.


Catatan 
Semua Gambar Di dokumentasikan menggunakan samsung galaxy s5










Profesi kependidikan (7)

Upaya Meningkatkan Kualitas Pegawai



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaTMeUGHdZSzyMNlxbdracigq9iawoL-I261XXKsrnFGui2mwat6r9dN7XWYz-vNKeM5wCkS_zR2iLNEZBbOIUt7EIoc3nN62hnN9PUG59E0BGfeeqqS0aBXIOxAAMga6wCjsbU2jKQZU/s1600/pelatihan-dan-pengembangan-sdm.jpg


       Salah satu yang dilakukan pegawai untuk meningkatkan kualitas pegawai yaitu dengan cara pelatihan. Pelatihan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melatih kegiatan atau melatih pekerjaan yang lebih spesifik.  Dengan adanya pelatihan banyak menumbuhkan manfaat dan tujuan yang lebih untuk ara pegawai. Pelatihan mendapatkan penyegaran materi, pemahaman terhadap materi lebih mendalam, menambah wawasan pengalaman dan pengetahuan baru, meningkatkan kesetiaan terhadap pancasila dan Negara, menambahkan kesamaan pola fikir, memantapkan semangat pengabdian Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dan memperoleh kesamaan visi.

Ada beberapa model pelatihan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan diantaranya :

Brainstroming (Sumbangan saran).
Latihan kelompok dimana para peserta diminta memberikan ide-ide untuk memecahkan suatu masalah tertentu atau merencanakan suatu proyek tertentu dan menuliskannya pada flip chart atau papan tulis. Saran-saran dapat dinyatakan sesukanya; tidak perlu penjelasan, justifikasi atau komentar. Atau bisa dikatakan bahwa brainstroming Teknik memecahkan masalah dengan cara  tukar fikiran menyumbangkan ide dari masing-masing anggota kelompok melalui diskusi.

Buzz Group ( Diskusi kelompok kecil).
Menyelesaikan masalah dengan melihat topic yang berbeda untuk masing-masing kelompok. Bisa dikatakan bahwa Buzz group merupakan Sesi singkat yang bersifat informal dimana para peserta berbicara dengan orang disebelahnya mengenai suatu topik tertentu. Biasanya digunakan untuk membagi suatu perkuliahan atau presentasi.

Case studiens (studi khusus)
Memecahkan masalah dengan yang disodorkan oleh kelompok msalnya pengalaman praktek. Deskripsi pengalaman hidup nyata yang berkaitan dengan bidang pelajaran atau pelatihan, yang digunakan untuk membuat poin, mengangkat masalah atau meningkatkan pemahaman dan pengalaman belajar dari para peserta. Ini akan sangat berguna bilamana tidak dimungkinkan pengalaman praktek dalam kursus tersebut.

Computer Managed Learning ( Pembelajaran Berbasis Komputer)
Pembelajaran yang dialakukan untuk memecahkan masalah menggunakan bantuan aplikasi komputer. Selain istilah-istilah tersebut di atas, dikenal juga istilah CMI (Computer-Managed Instruction). Istilah CMI mengacu pada penggunaan komputer oleh pengajar sebagai alat untuk mengelola pembelajaran di kelas. Dalam hal ini, komputer digunakan untuk mencatat dan menghitung nilai, mencatat kehadiran siswa, mengikuti perkembangan siswa dalam berbagai bidang studi, mendiagnosa dan mempreskripsi, dan pada umumnya untuk membuat operasionalisasi kelas agar lebih lancar dan efisien (Padmanthara, 2007).

Critical incident (kritik terhadap insiden)
Menyelesaikan masalah dengan melibatkan peserta kelompok kepada kejadian yang sebenarnya secara kritis dan proseduran sesuai dengan criteria yang di tetapkan.  Suatu kritik insiden dapat memberikan  konstribusi positif maupun negative terhadap kejadian fenome insiden.

Demontrasi
Menyelesaikan masalah dengan medemontrasikan sesuatu atau menggunakan peragaan atau contoh untuk membuat sesuatu agar lebih jelas dipahami atau dimengerti.

Discussion
Diskusi merupakan teknik menyelesaikan masalah dengan bertukar pikiran, pendapat secara lisan dengan tujuan untuk mencari kesepakatan dan kesepahaman pendapat yang dilakukan minimal dengan 2 orang atau lebih.

Field Trip and Visited (Studi lapangan)
Studi lapangan merupakan pembelajaran yang dilakukan dilapangan luar daerah. Kegiatan ini dilakukan dengan adanya wisata atau berkunjung ketempat daerah luar dengan tujuan mendapatkan pengalaman pembelajaran yang sebenarnya dan sesuai dengan kejadian yang ada dilapangan.

Fish bowl
Merupakan salah satu metode diskusi kelompok. Teknik ini biasanya dilakukan guru didalam kelas.

Games (permainan)
Suatu aktivitas yang dilakukan oleh anak untuk mencari kesenangan dengan tujuan untuk meningkatkan kepribadian anak. Dalam hal ini teknik yang dilakukan ialah belajar sambil bermain. Kegiatan ini terdiri dari anggota kelompok dan ketua kelompok (tim) dalam permainan. Misalnya belajar mengelompokkan gambar, warna dan lain sebagainya. Dengan pembelajaran dengan metode bermain dapat menambah kreatifitas kemampuan anak dalam memecahkan masalah.

Group Duiscussion
Sama halnya Diskusi merupakan teknik menyelesaikan masalah dengan bertukar pikiran, pendapat secara lisan dengan tujuan untuk mencari kesepakatan dan kesepahaman pendapat yang dilakukan minimal dengan 2 orang atau lebih. Diskusi kelompok ini menyelesaikan masalah dengan cara berkelompok. Misalnya ada kelompok 1, 2, dan seterusnya. Saat kelompok 1 menjelaskan materi yang disampaikan, sedangkan kelompok 2 dan seterusnya menjadi pendengar serta mengkaji materi yang disampaikan, jika ada pertanyaan dari anggota 2 dan sebagainya maka kelompok 1 menjawab pertanyaan secara berkelompok.

Handle group
Penekanan waktu atau waktu dibatasi. Kelompok diskusi dalam menyelesaikan masalah dengan tepat waktu sesuai dengan waktu yang dibatasi dan harus selesai pada waktunya.

Lecture (Ceramah)
Ceramah merupakan salah satu metode pelaaran yang disampaikan oleh guru secara lisan baik menyampaikan tentang bahan pelajaran atau materi yang disampaikan. Teknik ini lebih memberikan penyampaian informasi, ingatan atau hal lain yang mengandung manfaat.

Panel discussion
Panel diskusi merupakan diskusi umum yang dilakukan oleh sekelompok diskusi yang disebut sebagai panelis. Diskusi ini dibuat secara luas, para panelis menyampaikan atau membahas suatu topic ditempat umum supaya terdengar oleh khalayak ramai, baik didengar melalui televise, radio dan sebagainya serta diadakannya pertanyaan untuk umum dan akan dijawab oleh pembawa panelis.

Reading
Membaca merupakan teknik menambah wawasan pengetahuan terhadap peserta didik. Baik itu membaca buku pelajaran, majalah, Koran dan lain sebagainya.

Role play (bermain peran)
Sama seperti halnya games. Namun halnya di Role Play ini anak mampu berimajinasi dan menghayati. Seperti drama, teater dan lain sebagainya, disini anak mampu berperan sebagai orang lain dan situasi tempat yang lain.

Simulation (Simulasi)
Proses pembelajaran tiding menggunakan objek sebenarnya tetapi menggunakan alat yang berpura-pura mirip dengan alat yang sebenarnya seperti Role Play.

Seminar 
Sebuah bentuk pengajaran akademis yaitu pembahasan secara ilmiah dengan melibatkan pemateri sebagai pembawa materi dan moderator yang mengatur acara seminar dari pembukaan hingga sesi tanya jawab kegiatan seminar serta para anggota seminar yang ikut serta dalam mendengarkan dan mengkaji apa yang disampaikan oleh pemateri.  Kegiatan seminar biasanya dilaksanakan di universitas tertentu.

Teleconferention
Adalah hubungan yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih melalui telepon atau koneksi jaringan seperti halnya video call, dan lain sebagainya, sebagaimana mereka berdua saling berbicara dan mendengarkan antara satu dengan yang lainnya.


Sumber 

http://www.ica-sae.org/trainer/indonesian/appa.htm

Pengembangan peserta didik (6)

Analisis Gambar Anak-Anak

 Perkembangan peserta didik merupakan bagian dari pengkajian dan penerapan psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap usia sekolah. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Dalam mata kuliah perkembangan peserta didik di Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali, selain membahas perkembangan peserta didik secara pengetahuan umum, pembelajaran juga membahas tentang perkembangan anak dari sisi seni rupanya. Pada tanggal 29 september 2015 Drs. Jajang Suryana M.Si selaku dosen pengajar mata kuliah perkembangan peserta didik memberi tugas kepada mahasiswa untuk mempresentasikan hasil gambar anak-anak pada rentang usia pra sekolah sampai SMA.

Berikut beberapa gambar yang saya temukan di lingkungan rumah yang saya bahas dalam presentasi

Karya : 
Ni Komang tya yanti ( 3 Tahun )
Karya : 
I Nengah Adi Artana ( 5 tahun )
Karya : 
I Nengah Adi Artana ( 5 tahun )
Karya :
Ni Komang Listya yanti ( 3 tahun )
Karya :
Ni Kadek Dina Saraswati ( 4 Tahun )
Karya :
Ni Putu Indah Dewi ( 3,5 tahun )
Karya :
I Wayan Nova Edi ( 4 tahun )
Karya :
Ni Komang Listya yanti ( 3 tahun )
Karya :
Ni Putu Yuni Kusuma Yanti ( 10 tahun )
Karya :
Ni Luh Intan Damayanti ( 11 tahun )

       Dalam proses pengumpulan gambar saya menyediakan kertas dan beberapa bahan pewarna seperti pensil warna, spidol dan krayon. Membuat anak-anak yang sedang bermain untuk mau menggambar merupakan hal yang susah. Saya mencoba menggunakan metode dengan cara mengajak salah satu dari mereka agar mau ikut menggambar dengan saya, dan kemudian tanpa disuruh anak-anak yang lainnya akan tertarik dan mau ikut menggambar. Dalam proses menggambarnya anak-anak kebanyakan bingung, kemudian mereka sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada saya;  Gambar apa kak? Ini warnanya apa? Boleh pakai warna ini? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan sejenis itu yang mereka tanyakan. Kemudian saya merangsang anak-anak untuk menggambar apa yang ada disekitarnya, alhasil kebanyakan dari mereka menggambar bunga, manusia, mobil, burung dan sebagainya.

Sumber:
Foto Dokumentasi Pribadi













Profesi Kependidikan (6)


14 Kompetensi Penilaian kinerja Guru  (PKG)




       PKG (Penilaian Kinerja Guru) merupakan salah satu upaya dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang melekat pada profesi guru agar tercipta pembelajaran yang baik dan berkualitas.  Pelaksanaan PKG dimaksudkan bukan untuk menyulitkan guru, tetapi sebaliknya PKG dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional,  karena harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi yang  bermutu.
Ada 14 kompetensi kinerja guru yang terdapat di ranah kompetensi pedagogik, kompetensi Kepribadian, kompetensi Sosial dan kompetensi Profesional.

  • Kompetensi Pedagogik
1.      Mengenal karakteristik anak didik
Guru mencatat dan menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik untuk membantu proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik intelektual, sosial emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya.
2.      Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
Guru menetapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan standar kompetensi guru. Guru menyesuaikan metode pembelajaran supaya sesuai dengan karakteristik peserta didik dan memotivasi mereka untuk belajar.
3.      Pengembangan kurikulum
Guru menyusun silabus sesuai dengan tujuan terpenting kurikulum dan menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkungan pembelajaran. Guru memilih, menyusun, dan menata materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik
4.      Kegiatan pembelajaran yang mendidik
Guru menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran yang mendidik secara lengkap. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Guru menyusun dan menggunakan berbagai materi pembelajaran dan sumber belajar sesuai dengan karakteristik peserta didik. Jika relevan, guru memanfaatkan teknologi informasi komunikasi (TIK) untuk kepentingan pembelajaran
5.      Memahami dan mengembangkan potensi
Guru menganalisis potensi pembelajaran setiap peserta didik dan mengidentifikasi pengembangan potensi peserta didik melalui program pembelajaran yang mendukung siswa mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, dan kreativitasnya sampai ada bukti jelas bahwa peserta didik mengaktualisasikan potensi mereka

6.      Komunikasi dengan peserta didik
Guru berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif. Guru memberikan respon yang lengkap dan relevan kepada komentar atau pertanyaan peserta didik
7.      Penilaian dan evaluasi
Guru menyelenggarakan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi atas efektivitas proses dan hasil belajar dan menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan. Guru menggunakan hasil analisis penilaian dalam proses pembelajarannya

  • Kompetensi Kepribadian
1.      Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia
Guru bertindak sesuai dengan hukum di Indonesia. Semua kegiatan yang dilaksanakan oleh guru mengindikasikan penghargaanya terhadap berbagai keberagaman agama, keyakinan yang dianut, suku, adat istiadat daerah asal, latar belakang sosial ekonomi, dan/atau tampilan fisik.
2.      Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
Guru menampilkan diri sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Guru dihormati oleh peserta didiknya dan oleh anggota masyarakat sekitarnya, termasuk orang tua siswa.
3.      Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru
Guru berperilaku sesuai dengan kode etik profesi guru. Guru melaksanakan tugasnya sesuai dengan harapan kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah/madrasah. Semua kegiatan guru memperhatikan kebutuhan peserta didik, teman sekerja, dan tujuan sekolah.

  • Kompetensi Sosial
1.      Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
Guru menghargai peserta didik, orang tua peserta didik dan teman sejawat. Guru bertindak inklusif, serta tidak diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, dan masyarakat sekitar. Guru menerapkan metode pembelajaran yang memfasilitasi pembelajaran semua peserta didik.
2.      Komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidik, orang tua peserta didik, dan masyarakat
Guru berkomunikasi secara efektif baik lisan maupun tulisan dengan orang tua peserta didik dan masyarakat. Guru menyediakan informasi resmi (baik lisan maupun tulisan) kepada orang tua peserta didik tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik (sekurang‐kurangnya dua kali dalam setahun). Guru berpartisipasi dalam kegiatan kerjasama antara sekolah dan masyarakat dan berkomunikasi dengan komunitas profesi dan berpartisipasi dalam kegiatan yang relevan.

  • Kompetensi Profesional
1.      Penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
Rancangan, materi dan kegiatan pembelajaran, penyajian materi baru dan respon guru terhadap peserta didik memuat informasi pelajaran yang tepat dan mutakhir. Pengetahuan ini ditampilkan sesuai dengan usia dan tingkat pembelajaran peserta didik. Guru benar‐benar memahami mata pelajaran dan bagaimana mata pelajaran tersebut disajikan di dalam kurikulum. Guru dapat mengatur, menyesuaikan dan menambah aktifitas untuk membantu peserta didik menguasai aspek aspek penting dari suatu pelajaran dan meningkatkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran
2.      Mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan reflektif
Guru melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus dan memanfaatkan hasil refleksi untuk meningkatkan keprofesian. Guru melakukan penelitian tindakan kelas dan mengikuti perkembangan keprofesian melalui belajar dari berbagai sumber, guru juga memanfaatkan TIK dalam berkomunikasi dan pengembangan keprofesian jika dimungkinkan.
Itulah 14 kompetensi Penilaian Kinerja Guru PKG yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan kompetensi guru dan mengembangkan kinerja keprofesiannya. Selain itu, hasil dari PKG ini pun diperlukan untuk kenaikan pangkat dan golongan guru yang bersangkutan.


Sumber








Telaah Kurikulum (5)



Organisasi Kompetensi, Tujuan Satuan Pendidikan, Dan Struktur Kurikulum 2013 SMA/MA



 A. Organisasi Kompetensi
Mata pelajaran adalah unit organisasi terkecil dari Kompetensi Dasar. Untuk kurikulum SMA/MA, organisasi Kompetensi Dasar dilakukan dengan cara mempertimbangkan kesinambungan antarkelas dan keharmonisan antarmata pelajaran yang diikat dengan Kompetensi Inti.
Kompetensi Dasar SMA/MA diorganisasikan atas dasar pengelompokan mata pelajaran yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik dan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik (peminatan).
Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya. Substansi muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Sedangkan Prakarya dan Kewirausahaan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri.
B. Tujuan Satuan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.
C. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar
1. Struktur Kurikulum 
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap peserta didik. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Lebih lanjut, struktur kurikulum menggambarkan posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada peserta untuk menentukan berbagai pilihan.
Struktur kurikulum SMA/MA terdiri atas:
- Kelompok mata pelajaran wajib yang diikuti oleh seluruh peserta didik
- Kelompok mata pelajaran peminatan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
- Untuk MA dapat menambah dengan mata pelajaran kelompok peminatan keagamaan.

2. Beban Belajar 
Dalam struktur kurikulum SMA/MA ada penambahan jam belajar per minggu sebesar 4-6 jam sehingga untuk kelas X bertambah dari 38 jam menjadi 42 jam belajar, dan untuk kelas XI dan XII bertambah dari 38 jam menjadi 44 jam belajar. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar adalah 45 menit.
Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif belajar. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk melakukan mengamati, menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan guru menghendaki kesabaran dalam menunggu respon peserta didik karena mereka belum terbiasa. Selain itu bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar.
Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar
A. Kompetensi Inti
Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.

Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).
B. Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada Kompetensi Inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut filosofi rekonstruksi sosial, progresifisme atau pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah eklektik seperti dikemukakan di bagian landasan filosofi, maka nama mata pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah filosofi esensialisme dan perenialisme.

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah yang merupakan satu kesatuan ide masing-masing mata pelajaran mencakup: (1) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kelompok Mata Pelajaran Wajib, (2) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam, (3) Kelompok Inti dan Kompetensi Dasar Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, dan Kelompok Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa.dan Budaya.

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang dimuat dalam dokumen ini adalah:
1. Kompetensi Dasar Kelompok Mata Pelajaran Wajib 
1.1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 
a. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
b. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen Dan Budi Pekerti
c. Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Katolik Dan Budi Pekerti
d. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
e. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
f. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti
1.2 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 
1.3 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia 
1.4 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika 
1.5 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Sejarah Indonesia 
1.6 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Inggris 
1.7 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Seni Budaya 
1.8 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 
1.9 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Prakarya dan Kewirausahaan
2. Kompetensi Dasar Kelompok Peminatan 
2.1 Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam 
a. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika
b. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Biologi
c. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Fisika
d. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kimia
2.2 Peminatan Ilmu-ilmu Sosial 
a. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Geografi
b. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Sejarah
c. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Sosiologi
d. Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Ekonomi
2.3 Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya 
a. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa dan Sastra Indonesia
b. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa dan Sastra Inggris
c. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa dan Sastra Asing Lainnya
c.1. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa dan Sastra Arab
c.2. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa dan Sastra Jepang
c.3. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa dan Sastra Mandarin
c.4. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa dan Sastra Jerman
c.5. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa dan Sastra Perancis
d. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Antropologi




Sabtu, 12 Desember 2015

Profesi Kependidikan (5)



LPTK

                LPTK adalah singkatan dari kata Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan.Berbicara mengenai Pendidikan, kita semua pasti sudah mengetahui bahwa begitu pentingnya pendidikan bagi manusia. Dengan adanya pendidikan ini maka manusia atau seseorang dapat mempunyai pengetahuan, kemampuan, dan Sumber Daya Manusia yang tinggi. Hal-hal tersebut menjadi salah satu modal yang berharga yang dapat kita miliki untuk tetap hidup di zaman yang penuh persaingan ini. Dunia pendidikan selamanya tidak akan pernah terlepas dari guru. Peranan guru sangat besar jika dibandingkan dengan profesi yang lain, guru bukan hanya bertindak sebagai seorang pemberi ilmu, tapi lebih dari itu, guru juga bertindak sebagai pendidik, pengayom, pembina kepada setiap orang yang menjadi bagian dari tanggung jawabnya.
Berikut adalah ciri-ciri guru yang professional
(1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) Memiliki komitmen untuk mening-katkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulya; (3) Me-miliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bi-dang tugas; (5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofe-sionalannya; (6) Memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerjanya; (7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesional-an secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) Memiliki ja-minan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan-nya; dan (9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

                Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab dalam menyiapkan tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional, dalam hal ini terutama sekali adalah guru sebagai suatu profesi. Dalam menyiapkan guru profesional melalui pendidikan prajabatan, terdapat dua model pendidikan profesional guru berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, di samping tugas menyelenggarakan pendidikan profesional guru dalam mengemban amanat yang teruang dalan undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, maka ada tugas lain dari LPTK dalam menyiapkan guru yang profesional adalah program sertifikasi guru oleh LPTK yang telah terakreditasi. Sertifikasi adalah pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat diberikan bagi yang telah memenuhi persyaratan yang dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Tugas sertifikasi juga tugas berat dengan berbagai tantangan yang perlu menjadi perhatian oleh LPTK terutama dan tentu tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah sebagai pemberi amanat, demi tercapainya tujuan mendapatkan guru yang profesional.
Rendahnya Kualitas Pendidik (Guru) dalam pendidikan di indonesia menjadi masalah yang sagat serius, mengingat profesi guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter. Walaupun pendidik dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan, tetapi pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Pada kenyataannya keadaan guru di Indonesia cukup memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Ø  Solusi:
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, perlu dilakukan pendampingan terhadap guru-guru di Indonesia dan pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi, pelatihan dan praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah dan pihak terkait.
Selain pendampingan juga perlu dilakukan mediasi antara masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat
Upaya lain yaitu perlu guru harus selalu meningkatkan kualitas pembelajaran dan menyesuaikan proses pembelajaran dengan karakteristik peserta didik maupun dengan tuntutan perkembangan zaman. Guru tidak menempatkan diri sebagai satu-satunya sumber ilmu bagi siswanya. Guru seharusnya lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dan konselor. Sebagai fasilitator, guru memberikan jalan pada kelancaran proses belajar secara mandiri siswanya.Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sendiri potensi-potensi mereka sehingga siswa lebih berkembang, mandiri, dan kreatif. Sebagai motivator, guru memiliki tugas untuk membangkitkan minat siswa untuk belajar secara mandiri. Sesekali guru memberikan motivasi terhadap siswa-siswanya agar mereka tetap bersemangat dan tidak putus asa. Sedangkan sebagai konselor, guru membantu siswa menemukan dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswanya, Ketika siswa sedang berdiskusi, guru memberi arahan/ bimbingan kepada siswa satu persatu dalam kelompok kecil yang telah dibuat, tidak terpaku pada satu siswa tetapi kepada seluruh siswanya, sehingga siswa lebih paham terhadap apa yang mereka pelajari. Dengan demikian guru harus bisa memahami setiap siswanya karena setiap siswa mempunyai karakteristik, dan potensi yang berbeda-beda.


sumber


Perkembangan Peserta Didik ( Tugas 5)


Perkembangan Anak

    Menjadi dewasa adalah proses yang cukup panjang.  Kita bisa bayangkan begitu banyaknya perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, dari saat  baru lahir dengan berat sekitar 2- 3 kg saja sampai ia tumbuh dewasa dengan berat bisa sampai 50-60 kg. Proses pertumbuhan dan perkembangan ini berjalan dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor genetik dari kedua orang tuanya sudah jelas akan memberi kontribusi yang besar dalam hal ini.  Selain itu ada pula faktor riwayat kesehatan ataupun trauma yang pernah dialami oleh anak. Demikian pula faktor lain yang sifatnya tidak langsung, misalnya status ekonomi orang tua, yang berpengaruh pada kecukupan gizi dan kesejahteraan anak. Bahkan pada masyarakat yang masih memiliki akar budaya yang  kuat, perkembangan karakter anak juga akan terpengaruh oleh norma-norma budaya tersebut.
Secara fisik, anak mengalami pertumbuhan di mana ukuran tubuh menjadi lebih besar. Dalam hal perkembangan fisik, anak menjadi terampil dalam menggunakan tangan dan jari-jarinya, kakinya, dapat berdiri, berlari, dapat makan sendiri, dapat menelan dengan baik, dan berbagai kemampuan lain yang sifatnya  berupa keterampilan.
    Bayi baru lahir sangat tergantung dengan lingkungannya. Untuk  memenuhi keperluannya ia masih harus dibantu oleh orang lain. Sedangkan orang dewasa, sudah dapat mempengaruhi lingkungannya dalam pemenuhan kebutuhannya. Kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi lingkungan sekitarnya ini diperoleh dari suatu proses perkembangan   sejak bayi hingga dewasa. Proses perkembangan dan perubahan pada bayi yang baru lahir hingga bisa berdiri sendiri saat dewasa ini, terjadi dalam beberapa tahap :
1.      Bayi usia 0 – 1 tahun  (bayi yang masih menyusui)
    Di usia ini bayi belum dapat membedakan dirinya dengan lingkungan luarnya. Ia masih dalam taraf mulai belajar  untuk membedakan antara dirinya dan dunia luarnya. Pada usia ini kebutuhan bayi memang masih  sedikit, tetapi harus terpenuhi dengan baik. Dunia luarnya akan dimulai dari ibu atau orang yang memenuhi kebutuhannya dan merawatnya sehari-hari. Anak pun akan jauh lebih menyukai bila mendengar suara ibunya, yang dikenalnya sejak ia lahir.
    Pada usia 2 - 6 minggu,  ia mulai kenal dan akrab dengan  anggota keluarga  yang ada di sekitarnya.  Ia  sudah merasa nyaman  dan senang  terhadap lingkungannya dan juga atas perhatian yang diberikan akan kehadirannya.  Perasaan senangnya ini akan tercermin dari kontak sosialnya yang pertama, berupa ekspresi senyuman, yang disebutsocial smile.
    Di usia 4 bulan, anak akan semakin dapat menikmati kontak sosial. Ia sudah dapat memberi ekspresi tertawa pada orang yang melihatnya. Ia pun sudah mulai dapat membedakan ekspresi muka orang yang ada dihadapannya, walau kadang belum mengerti benar. Seiring dengan kontak-kontak sosial yang ia buat, ia pun mengembangkan  ikatan emosionalnya. Di usia sekitar 6 bulan, bahkan ia sudah dapat memilih untuk melakukan kontak sosial dengan seseorang yang lebih disenanginya. Karena berkembangnya ikatan emosional dalam kontak sosialnya inilah, maka anak di usia 6 sampai 8 bulan kadang mengalami separation anxiety.  Anak cemas, bila orang yang secara emosional dekat dengannya  tidak ada di dekatnya lagi.  Untuk melatih anak agar mampu mengatasi keterpisahannya dengan orang tua ini, sering kali anak diajak bermain “cilukba” . Secara tak langsung anak dilatih untuk  bisa mengatasi keadaan walau ia tak melihat ada orang tua di sekitarnya.
    Dengan perkembangan kemampuan melihat ekspresi wajah  orang yang ada di hadapannya, bayi yang berusia  7 bulan mulai mengerti ekspresi wajah, terutama orang yang sudah lama ia kenal. Perilaku yang ia lakukan hingga sekitar usia 12 bulan, masih berupa imitatif dari apa yang ia lihat. Ia melakukan apa yang ia lihat orang lain lakukan, walau ia sendiri belum mengerti maksud tingkah laku itu.
    Jadi perlu diingat bahwa hubungan baik dan rasa percaya pada dunia luar ini selain dipengaruhi oleh bakat anak itu sendiri, juga dipengaruhi oleh sikap orang disekitarnya, terutama dalam tahun pertamanya.
2.      Umur 1 – 4 tahun
    Pada usia ini tingkat ketergantungan mulai berubah. Aktivitas yang semula serba dependen perlahan beralih menjadi independen. Seiring dengan kemajuan  dalam kemampuan  bahasa, gerak, dan kemampuan komunikasi dengan dunia luarnya, ia akan lebih mudah mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya. Perbendaharaan kata yang dimiliki semakin banyak, dan anak mulai pandai menirukan kata yang didengarnya. Orang tua yang mengasuhnya pun lebih mudah mengerti apa yang dikehendaki si anak, karena anak sudah dapat berkomunikasi dengan lebih baik. Dengan kemampuannya itu, ditambah dengan keterampilan motoriknya yang mulai dapat memegang, memeriksa , dan mencoba sesuatu, ia akan semakin banyak melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya. Ia akan senang untuk membongkar-bongkar dan mengobrak-abrik semua tempat.
    Semakin ia besar dan mengerti perbedaan dirinya dengan dunia luar, disini akan timbul pertentangan. Pertentangan terjadi karena si anak belum mengenal kepentingan lain selain kepentingan dirinya sendiri, sehingga kerapkali akan terjadi pertentangan dengan kepentingan orang tuanya.
    Dalam usia 2-3 tahun anak memasuki fase  gemar memprotes segala hal. Setiap ajakan akan ditolak dan diprotesnya. Masa ini disebut masa kopigheid’s periode (masa keras kepala), atau ada pula yang menyebutnya sebagai masa negativistik.  Anak seperti berusaha berpegang pada suatu pendirian, walau setelah itu ia juga akan menentang ajakan sebaliknya.
    Dalam usia 4 tahun, anak senang bermain-main dengan anak lain. Keingintahuannya meluas dan  ia sudah dapat berfantasi akan kesenangannya.  Pola interaksi dengan orang tua juga mulai agak berubah. Orang tua sudah melihatnya  sebagai anak yang agak besar, bukan anak bayi lagi, yang tidak lagi  harus ditunggui setiap saat oleh ibunya. Di sinilah anak kadang kembali mengalami separation anxiety, karena ia tak lagi selalu di dekat ibunya.  Hal ini juga sering terjadi bila ibu melahirkan adiknya, di mana perhatian seluruh keluarga lebih banyak tercurah  bagi si adik bayi yang baru lahir.
    Aktifitas juga akan meningkat. Anak seperti tidak bisa diam, maunya naik turun tempat tidurnya, mencoba jalan-jalan, dan lain sebagainya. Pada masa  ini orang tua sering terlalu khawatir dan akhirnya  semakin keras dan melarang anaknya untuk banyak bermain. Sebenarnya hal ini dapat memberi pengaruh kurang baik, sebab anak yang semula aktif dan bersemangat menjelajahi dunianya, menjadi berkurang minatnya karena takut dimarahi kalau-kalau ia melakukan sesuatu yang  ternyata dilarang orang tuanya. Akhirnya anak yang semula aktif menjadi anak yang pasif, dan akhirnya perkembangannya melambat.
    Faktor lain yang berpengaruh adalah perubahan sikap dari orang tuanya, di saat si anak memiliki adik. Si  sulung dituntut untuk jadi panutan bagi sang adik. Terhadap sang adik yang baru lahir, biasanya sikap orang tuanya tidak sama seperti waktu si sulung masih sendiri. Kekuatiran orang tua sudah berkurang, dan sang adik memperoleh lebih banyak kebebasan.
    Selain dari orang tua, kakak dari seorang anak juga turut mempengaruhi perkembangan anak. Dengan adanya seorang kakak, bagi sang adik bisa menjadi pemacu untuk berkompetisi dan berusaha untuk menyainginya. Namun sebaliknya, bisa juga si adik bisa menjadi manja, sebab selalu terlindungi oleh kakaknya. Seorang adik bungsu yang bedanya jauh dengan kakaknya, kadangkala akan dibiarkan memiliki ketergantungan yang berlebihan terhadap kakak-kakaknya, atau terhadap orang tuanya.
3.      Umur 5 – 7 tahun
    Usia ini adalah usia sekolah awal. Anak mulai masuk Taman Kanak-kanak. Ia memulai untuk berusaha berdiri sendiri di dunia luarnya. Ia tidak lagi berada di sisi ibunya terus-menerus. Di TK ia akan mulai berlatih berbagai keterampilan. Kemampuan melihat, menerima pengertian, berpikir, berbahasa, yang masih sederhana akan dikembangkan dengan berhadapan langsung dengan dunia luar.  Hal-hal yang dialaminya secara langsung akan semakin banyak dan semakin bervariasi.
    Aktifitasnya akan meningkat, dan porsi waktu yang semula ia habiskan dalam rumah saja bergeser menjadi banyak di luar rumah. Dan ia juga akan melihat dunia yang melibatkan lebih banyak orang, dengan berbagai perilakunya. Di sinilah orang  tua sering menjadi cemas, sebab khawatir  perilaku orang lain akan memberi pengaruh yang tidak baik bagi anak.
    Dalam proses mengasah ketrampilan ini, setiap anak memiliki kecepatan yang berbeda-beda, walaupun anak itu sebenarnya normal. Di sinilah peran ibu / orang tua cukup besar. Kadang kala ibu merasa cemas dan “senewen” melihat anaknya kurang cepat dibanding anak lain, dan akhirnya menyuruh anak untuk lebih cepat. Ini kadang malah berakibat anak menjadi  semakin tegang dan bertentangan dengan ibunya.
    Hal lain yang sering dilakukan ibu adalah mengambil alih tugas mengerjakan pekerjaan rumah atau prakarya yang diberikan gurunya. Pengambilalihan ini bisa juga berupa menyuruh kakaknya yang lebih besar untuk mengerjakannya. Memang akhirnya si anak akan mengumpulkan hasil karya yang baik, mungkin malah paling baik di kelasnya, dan memperoleh nilai yang tinggi, akan tetapi hal ini sebenarnya malah berakibat tidak baik bagi perkembangan anak. Anak akan menjadi tidak bertambah terampil (malah ibu atau kakaknya yang tambah terampil), dan secara tidak sadar akan menanamkan pada anak  bahwa ia tidak perlu repot-repot karena akan selalu dibantu ibunya.  Fungsi sekolah yang bertujuan untuk membentuk tanggung jawab,kewajiban, dan keterampilan  pun tidak tercapai sebagaimana direncanakan. Hal yang mungkin terjadi juga, si anak dapat menjadi terbiasa menyalahgunakan kasih ibunya itu dengan berlambat-lambat dalam melakukan suatu tugas, dengan harapan akan diambil alih oleh ibunya.
    Pertentangan lain yang sering terjadi juga di usia ini adalah pertentangan antara pengaruh ayah dan pengaruh ibu. Pada usia ini, di mana dunia si anak sudah mulai meluas dan ia mulai bisa membedakan banyak orang, ia akan dapat melihat ayah dan ibunya sebagai orang yang berbeda. Jika ia melihat bahwa ayahnya mengharapkan lain dengan apa yang ibunya harapkan, ia  akan mengalami pertentangan, sebab tidak mungkin baginya memenuhi harapan keduanya sekaligus. Hal ini dapat memberikan pengaruh buruk  pada usahanya untuk melepaskan diri dari ketergantungan dan berdiri sendiri.
4.      Umur 7 – 11 tahun
    Keseimbangan antara ketergantungan dan mampu berdiri sendiri mulai tampak. Anak (terutama anak laki-laki) akan semakin senang bermain sendiri / bersama temannya di luar rumah. Pada saat anak ini bermain, ia secara tak sadar sebenarnya sedang berusaha melepaskan ketergantungannya dengan ibunya di rumah, dan berdiri sendiri bersama teman-temannya di sekitar rumah. Seorang anak laki-laki di usia ini, jika masih memperlihatkan ketergantungan  secara terang-terangan terhadap ibunya, malah merupakan hal yang tidak normal dan harus diwaspadai.
    Di saat seorang anak masuk Sekolah Dasar, ia mengalami peralihan antara bermain dengan “bekerja”. Perkembangan yang terjadi selain berusaha berdiri sendiri, juga sudah mulai rasa tanggung jawab dan memiliki kewajiban terhadap tugas belajarnya di sekolah. Di sini peranan sekolah selain mengajarkan ilmu pengetahuan ,adalah memberi tugas-tugas yang merangsang perkembangan  tanggung jawab dan rasa punya kewajiban . Tugas dari sekolah diarahkan untuk merangsang inisiatif dan kemampuan berusaha mengatasi masalah yang dihadapi. Kadangkala orang tua ingin memberikan anak suatu masa kanak-kanak yang menyenangkan, sehingga akibatnya mereka malah terlalu melonggarkan anak dari kewajiban  dan tugas yang diberikan dari sekolah. Orang tua kadangkala malah mengajak anak bermain-main  dan tidak mengharuskan si anak mengerjakan tugas sekolah. Ini malah  berakibat anak tidak dapat belajar disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Sering terjadi juga orang tua mengerjakan tugas sekolah si anak, dengan berbagai alasan. Ada yang beralasan agar si anak tidak terlalu repot, atau agar si anak punya nilai yang bagus, dan lain sebagainya.  Hal ini tidaklah baik, sebab malah akan mengakibatkan  si anak terhambat perkembangannya.
    Selain itu, anak juga akan mulai banyak bergaul dengan teman sebayanya. Mulanya ia akan tetap berbaur dengan laki-laki dan perempuan, tapi lama-kelamaan mereka akan berkelompok sejenis. Anak laki-laki akan banyak melakukan aktifitas yang dilarang, misalnya bermain di tempat yang dilarang. Hal ini mereka lakukan karena mau menunjukkan sikap jantannya. Hal ini tidak perlu menjadi kekuatiran yang  berlebihan selama kenakalan mereka tidak keterlaluan dan tidak membahayakan. Akan tetapi tentunya juga tidak berarti orang tua bisa melepas begitu saja.
5.      Usia 11 – 19 tahun
    Perkembangan  psikologi yang normal selama masa remaja, meliputi  4 aspek . Pertama adalah kemampuan emosional  untuk terlepas dari keluarga dan mampu menerima tanggung jawab. Kedua, perkembangan seksual dan nilai moralitas. Di sini selain pematangan fungsi seksual dari organ tubuh, juga pematangan akan nilai-nilai seksualitas. Ketiga, menemukan keinginan dan minat  yang ada dalam dirinya dan usaha pencapaiannya. Dan yang keempat, adalah menemukan jati diri (ego) yang sebenarnya.
    Pada tahap ini terjadilah proses pematangan seksual. Selain secara fisik, juga secara mental. Perilakunya akan semakin menunjukkan ciri-ciri kelakuan anak laki atau perempuan dalam pergaulannya, terutama dalam pergaulan dengan lawan jenis.
    Pada masa  awal remaja, anak sering membandingkan diri dengan teman-teman sebayanya.  Tingkah laku dari orang  yang mereka jadikan model atau idola, akan mereka tiru dan ikuti. Rasa ingin tahu tentang hal seksual akan meningkat, dan biasanya mereka mencari segala sumber untuk mengetahuinya.   Peran orang tua dan sekolah dalam hal ini adalah untuk memberikan sex education  yang benar, sehingga anak mendapat informasi yang benar tentang seksualitas.  Dari segi hubungan sosial dengan dunia sekitarnya, anak akan mulai menyadari kedudukan dan status orang tua dalam masyarakat. Dengan berinteraksi dengan masyarakat, anak melihat bagaimana orang lain memandang dirinya dan keluarganya. Dari sini ia akan belajar untuk membentuk dan memahami identitas sosialnya.
    Pada saat ini orang tua sebaiknya memperhatikan apakah anaknya memiliki perilaku yang sesuai dengan kelaminnya. Pada saat ini diperlukan petunjuk dan bimbingan dari orang tuanya tentang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma –norma ini tidak hanya untuk masalah seksual saja, tetapi juga untuk sopan santun dan norma-norma dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
    Dalam masa  pertengahan remaja (15-16 tahun) anak mulai memperhatikan penampilan dirinya. Ia mulai merisaukan tentang body image-nya.  Anak ingin lebih bebas dalam memilih aktifitasnya, dan menerima tanggung jawab  yang lebih besar. Minat akan aktifitas tertentu akan lebih menonjol, dan anak mulai menemukan kegemaran-kegemarannya. Rasa ingin tahu, khususnya tentang seksualitas semakin besar, dan mereka saling berbagi  informasi tentang hal ini, entah benar atau salah. Dalam hubungan  sosial, anak lebih berani untuk interaksi  dengan lingkungannya, dan mengatasi isolasi emosional.  Ia  akan berusaha mengatasi ketakutan terhadap penolakan oleh lingkungan  dan menjadi akrab dengan teman yang paling dipercayanya. Dalam masa ini, pengaruh teman dan kelompoknya jauh lebih besar dari pada pengaruh orang tua. Anak akan jauh  merasa lebih nyaman  untuk berada  dalam lingkungan teman-teman sebayanya, ketimbang berada dekat dengan orang tuanya. Kematangan emosional juga mulai berkembang, misalnya dengan mampu berbagi perasaan dengan teman – teman akrabnya.
    Orang tua memberi peranan penting dengan mulai memberikan persamaan hak pada anak. Ini sangat penting bagi proses akhir keseimbangan antara ketergantungan dan kemampuan berdiri sendiri. Dengan  perlahan menghapus kedudukan anak yang lebih rendah, anak akan semakin berkembang karena ia juga akan memperoleh ruang yang lebih luas untuk berkembang dan berdiri sendiri, menerima tanggung jawab dan kewajiban. Seorang remaja ingin mencoba segala sesuatu, mencoba membuat keputusan sendiri, dan mereka perlu diberi kesempatan membuat kesalahan. Di sini masa kecilnya banyak memberi pengaruh. Jika pada usia  kecilnya ia banyak mengalami kegembiraan, persahabatan, dan kesuksesan, ia akan menjalani masa remaja dan dewasa dengan penuh percaya diri. Sebaliknya bila masa kecilnya ia tidak pernah menerima penghargaan atas usahanya, ia bisa menjadi rendah diri dan kurang percaya diri.
    Pubertas berasal dari kata pubercere yang artinya menjadi matang. Sedangkan adolesen berasal dari kata adolescere yang berarti menjadi dewasa. Proses ini sudah pasti akan menimbulkan konflik. Orang tua sebaiknya tidak usah takut akan konflik ini, selama konflik tak hebat dan tidak mengarah pada perpecahan anggota keluarga.  Yang perlu diingat adalah konflik hanyalah aspek yang diperlukan  dalam perkembangan anak yang sehat. Malahan, jika sama sekali tidak dijumpai adanya konflik, orang tua harus curiga jangan-jangan si anak hanya pura-pura mampu berdiri sendiri.
    Anak juga akan lebih terikat dengan teman sebayanya, dalam kelompok tertentu. Mereka merasa lebih aman dan memperoleh kepastian akan eksistensi dirinya. Sebenarnya dalam tahap inipun mereka bukannya tidak tergantung sama sekali dengan orang lain, mereka masih tergantung dengan orang tua dan teman-temannya dalam kadar tertentu. Perkembangan akan kemampuan diri sendiri di sini meliputi berbagai aspek, termasuk ilmu pengetahuan, moral, emosional, dan berbagai macam lainnya.
    Akhir masa remaja, keinginan untuk keluar dari lingkungan rumah menjadi semakin besar lagi. Mereka semakin terdorong dengan keinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi di tempat lain, atau bekerja di tempat yang baru.  Dalam bersosialisasi mereka umumnya sudah cukup  nyaman dengan kemampuan dirinya dan sudah mulai menemukan identitas  dirinya. Dalam berinteraksi  dengan orang lain bahkan mereka sudah berani untuk lebih serius, misalnya dengan menjalin hubungan dengan lawan jenisnya dalam bentuk berpacaran.
   
(http://leman.or.id/anakku/daribayi.html)